Jenis-jenis Server: Memahami Arsitektur di Baliknya

Server adalah tulang punggung dari hampir semua layanan digital yang kita gunakan. Mulai dari browsing website, streaming musik, hingga transaksi online—semuanya melibatkan server di belakang layar. Namun, tidak hanya jenis server yang berbeda-beda, arsitektur server juga memiliki peran penting dalam menentukan bagaimana sebuah sistem bekerja.
Artikel ini akan membahas jenis server dari sisi fungsi sekaligus menyinggung arsitektur yang melandasinya.

1. Arsitektur Client–Server: Dasar dari Layanan Digital

Pernahkah Anda membuka sebuah website lalu halaman muncul di layar hanya dalam hitungan detik? Proses sederhana itu sebenarnya terjadi berkat sebuah arsitektur yang disebut Client–Server.
Dalam pola ini, ada dua peran utama:
• Client → perangkat pengguna, seperti komputer, laptop, atau smartphone. Tugasnya hanya mengirim permintaan (request) dan menampilkan hasil (response).
• Server → komputer pusat yang memproses permintaan dari client, mengambil atau memperbarui data dari database, lalu mengirimkan kembali hasilnya.
Alurnya sederhana: client meminta, server memproses, lalu client menerima jawaban. Database berada di belakang server untuk menyimpan semua informasi yang dibutuhkan.
Arsitektur Client–Server inilah yang menjadi pondasi banyak layanan digital, mulai dari web server, aplikasi e-commerce, hingga sistem perbankan online. Tanpa pola ini, interaksi cepat antara pengguna dan layanan digital tidak akan mungkin terjadi.

2. Virtual Server: Satu Mesin, Banyak Server

Di masa lalu, satu server fisik biasanya hanya dipakai untuk satu tujuan. Namun dengan teknologi virtualisasi, sebuah mesin fisik bisa “dibagi” menjadi banyak server virtual.
Cara kerjanya seperti yang terlihat pada gambar:
• Host – Physical Hardware adalah perangkat keras utama, misalnya server fisik di data center.
• Host – Operating System menjadi sistem operasi dasar yang menjalankan server.
• Di atasnya ada Hypervisor (contohnya VMware Workstation) yang bertugas membagi sumber daya hardware menjadi beberapa mesin virtual.
• Setiap Virtual Machine (VM) bisa menjalankan sistem operasi sendiri, baik Windows maupun Linux, seolah-olah mereka adalah komputer yang berdiri sendiri.
Dengan arsitektur ini, perusahaan bisa lebih hemat biaya karena satu server fisik bisa dipakai untuk berbagai kebutuhan: web server, database server, atau aplikasi bisnis. Selain itu, virtual server lebih fleksibel, mudah dipindahkan, dan cepat diatur ulang sesuai kebutuhan.

3. Cloud Server: Fleksibel dan Siap Menyesuaikan Kebutuhan

Cloud server adalah perkembangan dari virtual server, tetapi dengan skala yang jauh lebih besar. Alih-alih hanya berjalan di satu mesin fisik, cloud server berada di infrastruktur milik penyedia layanan seperti AWS, Google Cloud, atau Azure.
Keunggulan utama cloud server ada pada fleksibilitas. Perusahaan tidak perlu lagi membeli hardware sendiri, cukup menyewa sesuai kebutuhan. Jika trafik meningkat, kapasitas bisa ditambah; jika menurun, bisa dikurangi.
Pada gambar di atas terlihat perbedaan tanggung jawab antara pengguna dan penyedia layanan dalam tiga model cloud:
• IaaS (Infrastructure as a Service)
Pengguna masih mengelola sistem operasi, aplikasi, dan data. Penyedia hanya menyiapkan infrastruktur dasar seperti jaringan, storage, server, dan virtualisasi.
• PaaS (Platform as a Service)
Pengguna cukup fokus pada aplikasi dan data. Runtime, middleware, hingga OS dikelola oleh penyedia. Cocok untuk developer yang ingin membangun aplikasi tanpa repot mengurus server.
• SaaS (Software as a Service)
Semua sudah diurus penyedia, pengguna hanya tinggal pakai aplikasinya. Contohnya Gmail, Microsoft 365, atau Zoom.
Arsitektur cloud ini membuat bisnis lebih lincah, karena tidak perlu pusing soal infrastruktur dan bisa menyesuaikan dengan kebutuhan secara cepat.

4. DNS Server: Penerjemah Nama Domain ke Alamat IP

Setiap perangkat di internet sebenarnya berkomunikasi menggunakan alamat IP, bukan nama domain. Masalahnya, alamat IP berbentuk deretan angka yang sulit diingat. Di sinilah DNS Server (Domain Name System) berperan sebagai “buku telepon internet.”
Cara kerjanya bisa dilihat pada gambar di atas:
• Root Server → titik awal pencarian domain.
• TLD Server (Top-Level Domain) → mengelola domain utama seperti .com, .org, .edu.
• Authoritative Server → menyimpan informasi domain spesifik, misalnya google.com atau un.org.
• Sub-domain Server → melayani domain turunan, seperti www.google.com atau blogs.american.edu.
Alurnya sederhana: saat kita mengetik www.google.com, browser akan bertanya ke DNS server, “alamat IP untuk domain ini berapa?” Lalu DNS akan mencari dari root → TLD → authoritative → sub-domain hingga akhirnya memberikan jawaban berupa alamat IP.
Tanpa DNS server, kita harus mengingat sederetan angka untuk setiap website. Dengan DNS, internet menjadi jauh lebih mudah digunakan oleh manusia.

Tidak seperti perut, otak tidak akan memperingatkanmu saat isinya kosong